catatan ibu #004 : ibu tidak pernah mendukung/melarang hobi anaknya.
Ibuku adalah orang yang istimewa, kalau tidak mau dibilang unik. Satu yang paling istimewa bagi saya adalah, dari dulu ibu tidak pernah mendukung hobi saya tapi juga tidak pernah melarang saya melakukan apapun yang saya suka. Ya selama itu adalah kegiatan yang positif si.
Tapi itu baru saya sadari setelah melewati masa remaja, ya saat SMA lah seingat saya. Sebelumnya ya jelas sebagai anak muda yang kelebihan energi cuek saja, toh saya senang-senang saja. Sempat ada waktu juga merasa jengkel karena beliau tidak pernah menunjukkan gestur suportif. Yang paling jelas sih perkara materi.
Sejak SD saya sudah ikut kegiatas olahraga. Awalanya SSB sampai SMP kelas dua. Selama itu, ibu saya hanya sekali membelikan saya sepatu bola, itupun sepatu bekas teman yang dijual karena dia sudah beli yang baru. Hanya tiga puluh ribu kalau tidak salah. Saya beruntung dulu punya pelatih yang suportif, dari beliaulah saya banyak dapat kemudahan mulai dari tidak usah membayar uang bulanan, juga jatah sepatu bekas layak pakai dari anaknya (yang juga senior saya) yang sudah kekecilan. Jelas ini tidak gratis, beliau meminta saya berlatih lebih keras dan berperilaku baik. Untungya pada saat itu saya termasuk pemain yang versatille dan jadi salah satu kesayangan pelatih selama saya bermain di beberapa kelmpok umur.
Peran ibu saya? Beliau selalu menunggu dirumah sepulang saya latihan, memastikan saya makan minum yang baik, mencuci seragam latihan, juga mendengar dengan tenang cerita-cerita saya selama latihan.
Masuk SMA saya punya hobi baru, yaitu basket. Kondisinya hampir sama dengan saat saya bermain di SSB. Kecuali jersey tim, saya membeli keperluan lain seperti sepatu, deker pelindung, bola dan alat latihan sendiri. Uang dari menabung juga pemberian barang bekas milik teman masih jadi solusi. Sama juga halnya dengan saat saya mulai main band. Ibu tidak pernah mengeluarkan gesture setuju atau tidak setuju. Beliau hanya ikut senang saat saya menang turnamen atau fesival, paling memamsak sesuatu yang spesial untuk merayakan kemenangan saya.
Dewasa ini, saya jadi tahu dan mengerti kenapa beliau bersikap demikian. Pertama jelas untuk mendukung secara materi, kebutuhan rumah tangga lain yang lebih mendesak. Beliau bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan rumah. Ibu memilih untuk bersikap pasif karena takut jika melarang akan mengecewakan anak padahal diri sendiri tidak bisa membiayai, mendukung juga mau mendukung gimana, lebih banyak hal-hal yang lebih krusial. Jadi jalan tengah yang diambil ibu adalah hanya memastikan bahwa kegiatan yang saya ambil adalah kegiatan positif.
Termasuk juga saat saya diam-diam bekerja akhir pekan saat saya kelas tiga SMA. Untuk kasus ini beliau awalnya menentang karena saya masih sekolah dan masih ada tanggung jawab belajar. Tapi karena saya bisa membuktikan pekerjaan saya tidak berpengaruh ke nilai, justru nilai saya malah naik drastis pada saat itu. Jadi ya beliau oke-oke saja.
Saya ingat, beliau pernha minta maaf ke saya karena tidak bisa banyak mendukung kegiatan saya sejak dulu. Awalnya saya kaget, karena memang tidak pernah terlalu mempermasalahkan atau menyalahkan beliau. Saya sih sadar dari awal kebutuhan hobi saya mahal-mahal. Yang bisa saya berikan adalah bukti bahwa saya tidak pernah melakukan kegiatan yang negatif, dan dari semua hobi yang saya lakukan pasti pernah juara paling tidak sekali. Saya sih cukup bangga bahwa dengan keterbatasan ini saya bisa belajar bekerja keras dari ibu saya langsung.
Toh dengan cara memastikan saya bisa makan minum baik, memastikan seragam saya bersih, memastikan bahwa saya tidak jatuh ke dunia yang buruk sudah cukup bagi saya bahwa ibu sadar tidak sadar telah memberikan dukungan moral yang luar biasa untuk anak-anaknya.
nb : masih sama, nggak di riviu hehe kalao typo/kalimat jelek rasain ndiri ye hehehehe
Komentar
Posting Komentar