Catatan ibu #001 : Saya boleh pindah agama.

 Belakangan semenjak bapak saya meninggal, saya sering mengingat kembali apa yang hari ini saya bicarakan dengan ibu saya. Yah kebanyakan hanya perihal seharihari, tapi kadang beberapa hal nyantol dipikiran saya.

Beberapa hari lalu saya sedang bermalas-malasan di kamar. Menyetel speaker dengan niat mengulas album Awaken, my love-nya Childish gambino. Ah ya seperti biasa kan saya perngulas musik ala-ala. Ini jugakegiatan yang sedikit menghidupi waktu nganggur saya.

Ibu saya tib-tiba bertanya apa kamu mau ikut retreat gereja? Kalau iya biar di daftarin. Tanpa basa-basi jawaban tidak ikut langsung saja keluar. Sudah dua tahun belakanan saya sangat jarang datang ke gereja dan akan aneh kalau tiba-tiba saya ikut retreat.

Nah disini point menariknya. Ibu menanyakan pertanyaan yang sebenarnya cukup sering ditanyakan ke saya. “trus kamu mau gimana? Gereja nggak pernah, apa kamu nggak mau jadi orang Kristen sekalian?” setengah bercanda saya bilang, “beneran boleh?” kalimat yang sedikit mengejutkan adalah “ya oleh saja, ibu nggak tau mungkin pacaramu sekarng Islam, kamu boleh pindah jadi Islam tapi jadi Islam yang taat, jangan setengah-setengah nggak ada gunanya pindah agama juga”

Saya adalah anak laki-laki yang lebih dekat dengan ibu daripada ayah, dan saya tahu persis seperti apa Ibu saya. Nih ya, ibu saya adalah orang dengan religiusitas yang ketat sejak saya kecil. Kaiamt seperti itu kelaur dair mulut beliau sih saya jujur agaj kaget, tapi terharu juga..

Saya punya dua sudut pandang dari kalimat Ibu saya. Yang pertama adalah kalimat itu keluar berdasar dari kesedihan seorang ibu dengan rohani yang taat melihat anak sulungnya tidak pernah terlihat beribadah. Jadi kalimat boleh pindah agama keluar saja dari beliau. Dulu saya pernah ngomong ke beliau bahwa saya muak dengan kebiasaan jemaat gereja saya yang sama sekali tidak mencerminkan sikap bergereja yang baik, paling tidak selama di lingkungan gereja. Mengantuk saat khotbah, bergunjing, sampai tidak ke gereja karena salah satu donatur terbesar belakangan sudah jarang ke gereja. Nah untuk point terakhir adalah yang paling membuat saya muak.

Sudut pandang kedua mungkin lebih prinsipal. Saya pernah berbicara ke ibu saya bahwa gereja itu bukan bangunannya, tapi orangnya. Ya memang ada ayat di Alkibat menerangkan bahwa “selama dua atau lebih umat kristen yang percaya berdoa dan bersukutu, maka disitulah gereja terjadi” berbekal itu, saya rasa saya tidak perlu pergi ke gereja setiap minggu dan hanya cukup dengan berdoa bersama keluarga atau teman-teman.

Entah dari sudut pandang yang mana lalu mengakibatkan ibu saya membolehkan saya pindah agama dengan kondisi-kondisi tertentu tapi pesan yang diberikan ibu saya hanya satu, jjika sudah memilih sesuatu dan memutuskan hidup disitu hiduplah dengan sepenuh hati. Jika memang mau jadi Muslim, jadilah muslim yang taat, pun jika mau jadi Kristen, ibu saya sih berharap saya bisa jadi Kristen yang baik juga..

 

 

Nb: ini tulisan nggak saya review jadi kalau typo ya gapapa lah hehe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Album of the month #June : Eleanor whisper - Mati Bersemi (2024)

Album of the month #April : Suede - Autofiction (2022)

DEVIANT ROGUE FRACTION OF DISMAY PRESS RELEASE