APASIH #004 : KALO ORANG LAIN JAHAT KE KITA BOLEH NGGAK KITA JAHATIN DIA JUGA?
Saya agak ketrigger dengan kalimat diatas hanya karena suatu kejadian kecil dirumah saya. Jadi waktu itu adik saya kehabisan shampoo, lalu
mencari shampoo cadangan tapi nggak nemu. Saya selalu punya shampoo cadangan di
kamar saya, dan dia ambil satu tanpa sepengetahuan saya. Lalu pas mau mandi saya sadar, loh kok
shampoo di kamar saya hilang satu sachet. Otomatis saya tanya siapa yang pakai shampoo
kakak? Adik pertama saya bilang, aku yang pakai.
Saya sih santai aja sebenernya, tapi dari dapur ibu saya
bilang “lain kali kalau mau pake barang orang bilang dulu ntar yang punya
nyariin, toh kalau bilang juga nanti bakal dikasih". Eh tanpa diduga adik saya ini
bilang “ah ya gapapa lah ma, orang kakak juga suka gitu”. Saya sedikit kaget
dengan jawaban adik saya ini. Yah karena disamping orang rumah nggak pernah
ngajarin sikap seperti itu, dalam bentuk yang lebih tinggi ini adalah praktik
mewajarkan berlaku buruk hanya kareana orang lain berlaku buruk ke kita.
Saya adalah tipe orang yang percaya semua yang kita lakukan,
baik dan buruk pasti ada balasannya. Tapi tidak dengan kalimat sepele dari
orang lain “kan dia juga gitu” yahhh itu sih menormalisasi perbuatan jelek.
Balas dendam bagi saya adalah abu-abu tapi saya cenderung tidak berkompromi
dengan balas dendam karena saya yakin ada luka yang memang harus pelaku itu
rasakan. Bagi saya balas dendam tidak ada hubungannya sama sekali dengan memaafkan dengan
ikhlas. Memaafkan itu persoalan ketenangan hati kita, bagaimana kita mengondisikan
diri kita kembali ke zona nyaman setelah terluka oleh oleh lain. Sedangkan dendam adalah bentuk dari pelampiasan oleh korban dan bentuk tanggung jawab untuk
pelaku.
Saya punya dendam kepada ayah saya yang sampai saat ini
masih saya simpan. Layaknya keluarga batak pada umumnya, saya dan ayah saya
punya hubungan yang rumit, daddy issue kalau istilah kerennya. Selalu ada
jurang dalam yang memisahkan keakraban kami, ditambah perlakuan kurang baik
dari ayah saya selama masa remaja saya terhadap saya dan keluarga. Hingga suatu kejadian
menyebabkan kami sekeluarga sepakat memutuskan bahwa kami tidak bisa tinggal lagi
bersama ayah saya, yang akhirnya ayah sayapun pergi keluar pulau. Saya jelas
mengalami trauma masa remaja yang sangat membekas, tapi untungnya saya bertemu
dengan orang-orang yang tepat sebagai tempat bertukar pikiran. Sekarang, saya
sudah sepenuhnya bisa berdamai dengan diri saya sendiri dan memaafkan ayah
saya.
Tapi soal dendam, jelas saya tidak berkompromi dengan ayah
saya. Walaupun hubungan kami sekeluarga sudah lumayan membaik, dengan sudah
adanya komunikasi. Namun sampai sekarang dan entah kapan, saya belum mau menerima
ayah saya untuk tnggal lagi dengan kami. Saya bersikeras dan berkata ke beliau
bahwa ini adalah bentuk dari tanggung jawab atas perilaku beliau di masa lalu.
Saya tidak menunggu atau memantau perubahan beliau menjadi pribadi yang lebih
baik, itu sama sekali tidak mempengaruhi keputusan saya dan keluarga. Kembali
lagi, karena saya yakin bahwa setiap perbuatan harus ada pertanggung
jawabannya. Ini adalah bentuk murni dari tanggung jawab yang harus ayah saya
emban untuk perbuatan baik buruknya dimasa lampau.
Berbeda dengan cerita kedua tentang hubungan saya dan ayah saya. Karena dampak yang disebabkan besar dan meninggalkan trauma yang membekas, saya berhak untuk menaruh dendam pada ayah saya. Karena (sekali lagi) saya orang percaya bahwa setiap perbuatan baik dan buruk harus ada pertanggung jawabannya, saya menaruh tanggung jawab akan dendam saya kepada beliau walaupun saya sudah memaafkan dari dalam lubuk hati saya yang paling dalam. Karena setelah saya beranjak dewasa, saya melihat dari sudut pandang lain karena perbuatan ayah saya serta buah didikan sabar ibu, saya tumbuh menjadi anak yang kuat, mandiri, dan sabar.
Dendam bukan berarti kita tidak memaafkan dengan ikhlas,
karena dua hal tersebut adalah hal yang sekali berbeda. Memaafkan adalah
tentang diri kita sendiri, berdamai dengan masa lalu, mengolah rasa sakit
hingga tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat. Sedangkan dendam adalah hak
untuk korban dan tanggung jawab bagi pelaku, jadi mau bagaimanapun harus
dibayar dengan tuntas, apapun kondisinya.

Komentar
Posting Komentar