Album of the month #may : Kultivasi - Cilik tur nggaya (2025)


Saya memang sering sial mengidolakan sebuah band. Entah mereka ternyata sudah bubar, vakum, tanpa karya terbaru dalam waktu lama, atau bahkan ternyata berubah menjadi kumpulan orang menyebalkan. Radiohead, Winona Dryver, Kanye West, Kimberlines, Evarts, Minor Kit, dan masih banyak lagi daftar panjangnya. Entah ini masuk ke dalam kategori masokis karena sering mengecewakan diri sendiri, atau memang sial saja. Yang terakhir yang paling bikin saya bingung: Kultivasi.

Perkenalan saya dengan Kultivasi memang absurd. Tidak lama, cukup sekitar dua jam durasi sesi Debarbar saja—setelah itu, bubar. Saya merasa berada dalam situasi “aku cinta kamu, Kultivasi”, dan dengan tatapan mata kosong mereka menatap saya, “Sudah terlambat, hari ini kami memutuskan untuk mati.” Dan selesai, tidak ada harapan, impian, dan juga tujuan pasti. Hanya kemungkinan-kemungkinan yang sebenarnya hanya ada dalam kepala saya saja tentang keputusan yang mereka ambil.

Tiga puluh tiga menit panjang EP Cilik Tur Nggaya yang saya dengarkan sebelum memulai dua jam ngobrol pada sesi Debarbar (komunitas sesi dengar yang digarap teman-teman). Durasi yang singkat, padat, absurd, untuk saya menikmati mereka. Dua jam yang tidak cukup untuk saya mengerti kenapa setelah karya se-parah ini mereka malah memutuskan bubar.

Trek pertama dibuka dengan judul lagu yang katrok tapi cool: Rock in Love. “My music is rock but suck in love”, lagu balada dengan tensi tinggi yang lebih mirip lagu rock wong kalahan para kawan usia kepala tiga. Lalu ada lagu Loreta yang mending saya lompati dulu, karena saya mau membahas lagu dengan judul paling “apaan sih?” dengan tawa spontan saat membaca judul dan liriknya—yak, trek ketiga dengan judul Putri Duyung Tomboy.

“Putri duyung tomboy, memakai sepatu dokter Martens / putri duyung tomboy, blasteran ikan dan koboy.” Entah obat atau jenis ganja apa yang dipakai mereka saat menulis lirik ini, tapi yakin betul pasti mereka mempunyai trauma masa kecil yang cukup pliu untuk saya tanya secara langsung. Terlepas dari itu, memang patut dicurigai kenapa lagu ini sampai ada dan dirilis.

Lompat ke trek nomor lima, Sambath. Teringat pada era maraknya hardcore dan punk berbahasa Jawa seperti Gendar Pecel, Metalik Klinik, Endank Soekamti, dan band sejenisnya. Lagu ini hadir dengan kesan memutar playlist acak di Spotify. Dibuka dengan hard rock D-beat ala Rise Above-nya Black Flag, lagu masuk reff dengan nuansa Mary on a Cross-nya Ghost, lalu entah dari mana datang John Paul Ivan memainkan solo Pelangi pada ending lagu ini. Isian rebana yang entah kenapa malah membuat lagu ini makin krezy. Lirik? Oh, saya mempersilakan kalian membacanya sendiri karena Kultivasi cukup baik dengan memasukkan lirik lengkap pada rilsan ini di DSP.

Trek nomor dua, empat, dan lima yang berurutan berjudul Lorea, Cynthia, dan Deborah tidak cukup penting dibahas, karena mereka yang menulis lagu ini saja tidak ingat mengapa menulisnya. Tapi, saya tetap anjurkan kalian berusaha mengerti kisah tiga orang sahabat dengan kepribadian unik ini. Sekali lagi, terima kasih Kultivasi karena menyertakan lirik lengkap pada setiap judul lagu dalam album ini.

Album ini ditutup dengan trek berjudul KERJA LAGI dengan huruf kapital. Sepaket dengan lagu Sambath, saya kira dua lagu ini sudah cukup pantas untuk masuk ke dalam playlist untuk merayakan May Day atau Hari Buruh Sedunia. Pasrah namun belum ikhlas, berusaha menjalani hari sebagai wong kalahan, namun tetap menjaga adrenalin dan amarah yang mengesumat. Sesekali kesialan menghampiri, tapi ya that’s life, shit happens.

Saya akan selalu merekomendasikan band ini kepada teman-teman yang datang entah dalam kondisi apa pun. Terlalu luar biasa untuk dilewatkan, terlalu disayangkan untuk dibubarkan.

Sampai sekarang, saya masih membatasi diri hanya mendengarkan album Kultivasi, spesifik hanya Cilik Tur Nggaya. Entah untuk beberapa waktu ke depan—katanya sih mereka main free jazz.
Apa pun yang mereka putuskan, saya yakin adalah keputusan yang sudah dipikirkan dengan matang. Toh mereka juga mengaku masih aktif dengan proyek musik masing-masing. Saya yakin suatu saat mereka akan manggung bareng lagi. Entah kenapa saya yakin, tapi ya, semoga saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Album of the month #June : Eleanor whisper - Mati Bersemi (2024)

WE BECOME THE ONE THAT WE HATE.

DEVIANT ROGUE FRACTION OF DISMAY PRESS RELEASE