Album of the month #April : Suede - Autofiction (2022)
Selalu jadi pengalaman yang menyenangkan disaat saya dapat rekomendasi selera orang lain yang ndilalah masih masuk ke selera saya juga. Syukur kepada Tuhan atas banyaknya teman sepake dengan banyaknya referensi selera juga. Saya sempitkan dulu dalam pembahasan ini adalah selera musik. Beberapa kali saya sendiri tertarik dan penasaran terhadap band-band yang sebelumnya tidak saya dengarkan jenis musiknya. Karena mentok, saya mencari teman dengan referensi musik yang sedang saya cari, dapat beberapa sumber, lalu saya kulik dan sisanya saya gali sendiri.
Aurofiction dari Suede salah satunya. Saya tidak pernah sesuka itu dengan band Inggris ini, terbatas hanya mendengarkan beberapa karya hits mereka. Sampai datang waktu dimana saya iseng tanya ke salah satu teman, lagi suka dengerin apa? Album ini justru keluar setelah giliran saya bilang sedang suka Interpol, grup post-punk dari New york. Dengan arogan si fulan bilang bahwa album ini adalah album post-punk yang lebih bagus dari Interpol itu sendiri.
Saya suka beradu argumen, apalagi argumen yang berlandaskan alasan. Kok bisa? Jelas jadi kalimat pertama yang muncul dari mulut saya seketika si fulan mengeluarkan argumennya. Pada tahun yang sama dengan Autofiction (2022), Interpol mengeluarkan album The other side of make-believe. Album yang biasa saja mengingat sebelumnya Marauder (2018) muncul dengan perkasa.
Alasan pertama bisa saya terima, karena saya sendiri kurang suka The other side of make-believe yang sangat biasa. Dengan komparasi materinya melawan Autofiction, jelas album milik Suede adalah album post-punk yang lebih baik.Saya mendapatkan sudut pandang yang unik dari si fulan pecinta Suede ini. Sebenarnya, Suede memang sudah dekat dengan post-punk pada materi mereka yang sebelum-sebelumnya. Riff gitar yang dimainkan oleh Bernard buttler pun Post-punk material. Tidak terdengar sebegitu post-punk semata karena sound bass Mat osman tidak cukup dark dan heavy.
Ah, alasan yang saya terima dulu karena katalog quartet dari London yang saya konsumsi masih sangat terbatas. Tapi satu yang membuat pengalaman ini unik adalah, selama saya mendengar album ini secara penuh dengan seksama, saya tidak merasa kehilangan sisi Suede-nya Suede sendiri. Kadang, album yang dibuat atas nama eksplorasi malah pada akhirnya meninggalkan benang merah dari band itu sendiri. Saya masih mendapatkan lirik melankolis-depresif khas Brett anderson, progresi chord dan melodi vokalnya pun masih terasa bahwa band ini adalah big four-nya era british invasion pada jaman itu.
Ini jelas alasan yang personal, tapi bodo amat toh ini tulisan yang saya buat dari impresi personal. Eksplorasi jelas pedang bermata dua. Output yang dihasilkan bukan perkara jelek atau bagus, namun asing atau nyaman. Suede pun sebenarnya sudah bukan diposisi yang patut khawatir dengan efek buruk eksplorasi. Namun entah ini konsisten atau monoton, hasil akhir dari album Autofiction justru memberikan sisi unik yang belum terekspose dari Suede itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar