Catatan ibu #002 : saat SMP saya pernah hampir dipenjara
Katanya, anak laki-laki akan lebih dekat dengan ibunya daripada bapak. Setidaknya memang itu yang saya alami. Tapi hal itu tidak menghindarkan konflikkonflik saya pribadi dengan ibu. Karena saya adalah anak laki-laki yang lumayan pembuat masalah pada masa kanak sampai remaja. Tidak terhitung sudah berapa kali saya membuat kepala beliau hampir pecah dengan masalah yang saya buat.
Untuk saya, puncak dari masalah yang saya buat adalah saat kelas tiga SMP saya sampai hampir dipenjara. Hanya masalah perkelahian sebenarnya, tapi saya terlalu kalap dan orang tua teman sekelas tidak terima. Berbekal kenalan polisi dan hasi visum, saya di laporkan ke polsek dan harus menjalani wajib lapor selama hampir tiga bulan. Yang membuat saya merasa bersalah adalah pada saat itu ibu mengalami perlakuan kurang mengenakkan dari pihak kantor polisi dan orang tua murid juga bumbu-bumbu tambahan dari guru saya karena di sekolah saya memang anak yang bermasalah. Jangan tanya peran ayah saya apa, karena pada saat itu keluarga kami memang tidak seperti bagaimana harusnya keluarga ideal berjalan.
Melewati masa remaja dan saya mulai banyak belajar tentang kedewasaan, saya mulai bisa mengatur (paling tidak) tempramen saya. Yah walaupun sampai lulus SMA saya juga masih berkelahi, tapi tidak se sering sebelumnya. Masa SMA adalah masa pembentukan diri saya. Dipaksa dewasa oleh keadaan, saya juga mulai mempertanyakan eksistensi diri. Sebenarnya problem ini pasti dialami hampir semua fase remaja, tapi biar saya ceritakan hal menarik yang saya alami bersama ibu saya,
Ibu saya adalah orang yang konservatif, kalau tidak mau dibilang kuno. Dulu saya selalu sebal karena ibu tidak pernah mengerti apa yang menjadi sudut pandang saya. Saya merasa lebih pintar karena banyak baca buku, berdiskusi, dan mendebat banyak hal. Bodoh memang. Tapi semua itu sirna saat saya mencoba memahami ibu.
Ibu adalah seorang pekerja keras sejati. Lebih dari separuh hidupnya adalah bekerja. Berbekal ijazah SMP lalu menjadi buruh pabrik, lalu menikah, lalu punya anak, dan ternyata kehidupan keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya dan masih banyak hal yang dilalui ibu saya sendiri. Tanpa pernah belajar apa itu parenting, atau tidak sempat lagi mengajari anak-anaknya mengerjakan PR. Karena ada masa dimana ibu saya harus berangkat jam 4 pagi karena bekerja di bagian dapur hotel, lalu pulang jam 3 sore. Belum ditambah mengambil sift tambahan jam 8 malam dan dilanjut pulang sore harinya. Ah benar-benar masa itu adalah masa dimana adik saya yang paling kecil sangat kekurangan perhatian orang tua.
Tapi saya tidak pernah menyalahkan hal tersebut, karena semua yang dilakuakan ibu adalah murni untuk anak-anaknya. Bersyukur kepada Tuhan bahwa sejak kecil saya adik-adik diajarkan untuk legowo dan terbiasa dengan gaya hidup “prihatin” jadi ya sejak kecil kami sudah sadar karena ibu sudah bekerja keras, maka urusan rumah jadi tanggung jawab kami anak-anaknya. Saya sadar dengan latar belakang ibu, dengan akses ke pendidikan yang tidak maksimal saat beliau remaja, jelas beliau tidak akan bisa selalu mengerti idealisme menggebu masa remaja saya.
Sampai sekarang, masih banyak hal yang sebenarnya ibu dan saya berbeda pendapat. Tapi sekarang saya selalu akan berusaha untuk lebih mengerti perasaan ibu saya. Bukan karena saya lebih pintar, tapi karena sekarang saya lebih dewasa dibanding saya dimasa remaja saya. Ibu saya akan selalu menjadi manusia terbaik di hidup saya. Dan selama ibu saya tidak tiba-tiba nodong saya minggu depan harus menikah, saya akan tetap haha hihi saja seperti sebelumnya.
nb: tulisan ini nggak saya rivew, kalo typo atau kalimat nggak efektif ya sory hehe
Komentar
Posting Komentar