BAND DENGAN SATU ALBUM DAN ALBUM PERTAMA TERBAIK.
Bagi sebuah band, salah satu target yang menyenangkan untuk direalisasikan adalah hadirnya sebuah album penuh. Tidak hanya berupa nomor satuan atau album pendek, album penuh serasa istimewa karena tidak jarang dalam pengerjaannya mempunyai effort yang lebih. Bisa dibilang hal ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah bermusik di Indonesia sendiri. Jaman dulu sebelum era independen se-ramai sekarang, jika kita ingin membuat album yang oke kita harus mencari produser yang mau membiayai rekaman dengan budget yang tidak sedikit. Kadang hal ini lah yang mempengaruhi kesuksesan sebuah band dalam perjalanan bermusiknya, terutama dalam awal-awal karir bermusik. Beda dengan sekarang, kita bisa memproduseri band kita sendiri dan memasarkannya melalui media digital.
komersial dan esensial. Terbilang banyak sekali album yang laku secara komersial namun kurang memuaskan dalam sisi esensial, dan juga sebaliknya. Tergantung bagaimana sikap kolektif anggota dalam merencanakan bagaimana hasil akhir album mereka, jelas tidak ada yang menyalahi aturan sama sekali. Album yang laku secara komersial jelas ada campur tangan dari label mayor dengan jaringan pemasaran yang baik dan luas, berbeda dengan kolektif independen yang rata-rata hanya mengandalakan jaringan skena dan manggung di pensi serta festival.
Menentukan sebuah album itu baik atau buruk jelas bukan perkara mudah, karena akan muncul nilai dan perdebatan di kalangan pendengar umum. Namun kita bisa mengubah penilaian bagaimana dampak dari album tersebut ke skena musik secara luas. Ambil contoh seperti album Dunia batas (2012) milik Payung teduh atau Taifun (2015) milik Barasuara yang menjadi album “monumental” bagi skena musik Independen karena mereka adalah salah dua band yang membuat skena tersebut hidup lagi dan mempunyai regenerasi pendengar. Mengapa begitu? Dengan status band independen membuat band-band indie macam Rumahsakit, The Adams, Pure Saturday, dan masih banyak band lawas mempunyai pendengar baru. Hal ini juga memacu band-band lawas lainnya akhirnya manggung lagi dan tidak sedikit yang menyatakan untuk reuni.
Saya percaya, album yang baik adalah album yang digarap tuntas. Dirilis melalui mayor atau indie label bukanlah suatu perkara penting. Namun bagaimana sikap setelah album tersebut di rilis lah yang mempengaruhi perjalanan bermusik band tersebut. Umumnya, setelah merilis album pertama, maka hal pertama yang dipertanyakan adalah kapan album kedua akan hadir. Tidak jarang juga album kedua hadir setelah penantian berbelas tahun atau malah sampai band tersebut akhirnya bubar, tidak ada rilisan lanjutan berupa album penuh kedua. Tidak salah sih, toh semua punya sikap masing-masing dalam bermusik. Berikut adalah daftar band dengan album pertama terbaik versi saya, ada yang memutuskan bubar ada juga yang memang karena banyak faktor memutuskan untuk “buat sekarang, satu aja cukup deh”
1. Guruh gypsy - Guruh gypsy
Salah satu faktor yang membuat album ini bagus luar biasa adalah karena musik yang dibawakan terlalu visioner untuk era-nya. Berisikan orang-orang yang “terlalu” mumpuni, membuat album dari band ini membuahkan hasil yang luar biasa.
Perihal bongkar pasang personel bukan jadi masalah bagi mereka, justru dengan bergabungnya Guruh Sukarnoputra ke dalam band adalah titik balik dalam pengerjaan album ini. Formasi dalam penggarapan album ini adalah Keenan nasution (drum), Odink nasution (gitar), Abadi soesman (keyboard), Roni harahap (piano/organ), dan Chrisye (vokal). Digarap dalam waktu enam belas bulan di studio Tri angkasa, Guruh Gypsi yang familier dengan musik gamelan bali berusaha menggabungkan skala musik Bali yang pentatonis dengan barat yang diatonis.
Penulisan lirik berlatar kritik sosial dan menggunakan tata bahasa yang apik, menambah album ini mempunyai pesonanya sendiri di telinga para pendengarnya. Pun begitu dengan sampul dari album ini bukanlah artwork main-main. Menampilkan kaligrafi Dasabayu, berupa rangkaian sepuluh aksara Bali yang jika diartikan yaitu keadaan hampa atau kosong yang nantinya akan berubah menjdai kebenaran yang hakiki.
Bagi yang sudah mendengarnya, kita akan sepakat Guruh Gypsy talah melahirkan salah satu album paling berpengaruh dalam sejarah musik Indonesia, album ini kurang laku secara komersil karena hanya terjual lima ribu keping saja. Namun, setelah berpuluh tahun album ini menjadi incaran oleh para kolektor mengingat nilai yang tekanung dalam album tersebut.
Saya sendiri punya pendapat pribadi bahwa album bagus biasanya tidak akan langsung bagus saaat pertama kali kita dengar. Biasanya setelah beberapa waktu berselang, dua atau tiga kali kita mendengarkan ulang kita baru tahu seberapa bagus sebuah album. Itu yang terjadi pada album Guruh Gypsy. Setelah berpuluh tahun dengan regenerasi pendengar, album ini menunjukan bahwa tidak selalu album bagus adlah album yang laku keras dipasaran. Majalah Rolling stones menepatkan Guruh Gypsy sebagai album terbaik kedua terbaik sepanjang masa.
2. Tigapagi - roekmana’s repertoire
Pernah merasa tenang saat memandang jauh sungai yang mengalir? Nah perasaan inilah yang akan kamu rasakan saat mendengarkan album ini. Album yang dikonsep tanpa jeda ini kamu akan mendapatkan sensasi mengalir dalam setiap perpindahan track demi track. Memadukan musik akustik dengan ambien dan melodi Sunda dengan campuran musik pop tahun 60’an, Tigapagi sukses menciptakan satu album musik keren yang baru kita sadar di akhirnya “loh ternyata nggak ada drum nya to”.
Pencantuman nama Roekmana pun bukan asal-asal. Sebagai catatan Roekmana adalah orang dibalik inspirasi bermusik bagi Sigit pramudita, serta dua bersaudara Eko Oktavianto dan Prima febrianto mengingat Roekmana sendiri adalah seorang ahli dalam musik-musik klasik sunda. Memadukan notasi pentatonik Do Re Mi Fa So La Si Do dengan Da Mi Na Ti La Da buktinya membuahkan hasil melodi yang menghanyutkan.
Satu yang menjadi nilai plus juga dalam album ini adalah, pesan dan kesan yang berusaha dibangun oleh kolektif Tigapagi. Mulai dari lirik yang ditulis hingga pemilihan tanggal rilis single Semobojan (sebuah entitas pendek) pada tanggal “merah” 30 September. Juga menghadirkan kolaborasi di empat nomor lagu yaitu Alang-alang (Ade paloh, Sore), Pasir (Cholil machmud, ERK), juga pada lagu Tidurlah (Aji gergaji, The millo) serta dalam lagu berbahasa Inggris berjudul Erika (Paramita saraswati, Nada Fiksi).
Mengandalkan string section, notasi unik, ambien sebagai pengisi ruang, dan pembagian vokal yang sesuasi porsi menjadi nilai plus secara musikalitas album ini. Menarik menanti kelanjutan album ataupun karya-larya terbaru dari Tigapagi mengingat sejak pertama kali dibentuk, mereka baru merilis satu album penuh, itupun tidak ada di platform musik digital.
3. SORE - Centralismo
Tidak akan habisnya jika membahas album satu ini, malah kita akan selalu menemukan hal menark jika memperhatikan album ini sejak awal lagi. Dirilis pada tahun 2005, Sore merupakan salah satu pioner band-band Indie untuk lebih memeprhatikan produksi karya mereka. Pada masanya band independen banyak yang larut pada uforia manggung dan akhirnya tumbang satu-persatu tanpa adanya suatu karya yang menjadi monumen dalam karir bermusik mereka.
Centrallismo hadir sebagai muara dari berbagai referensi musik masing-masing personilnya. Di awaki oleh Ade palloh (vokal, gitar), Awan garnida (bass, vokal), Reza dwi (gitar, vokal), Ramondo gascaro (keys, vokal), Bemby gusti (drum, vokal). Ya, saya nggak salah ketik. Semua personel sore mengisi vokal pada lagu-lagu mereka. Mengingat mereka semua merupakan penulis lagu yang produktif.
Secara keseluruhan, album ini memenuhi setiap kriteria album bagus menurut saya. Laku secara komersil, dan meninggalkan kesan juga dampak yang masif ke pendengarnya. Band-band setelah Sore banyak yang secara terbuka mengatakan bahwa mereka terinspirasi dari musik Sore teristimewa pada album Centralismo. Lucunya, lagu pertama Sore yang berjudul Funk the hole pertama kali dirilis (yang mana masuk dalam album kompilasi soundtrack film Janjo Jhoni) dirilis tiga bulan sebelum Centralismo rilis. Funk the hole sendiri akhirnya dirilis digital dalam album Sorealist pada tahun 2021 lalu.
Secara kolektif, Centralismo hadir sebagai breaktrhough dalam skenal musik Indonesia. Salah satu buktinya adalah, album ini masuk ke dalam five album worth to buy oleh majalah Time magazine asia pada tahun 2005.
4. FSTVLST - Hits kitsch
siapa yang menyangka, band ganti nama, ganti dua personel, masih mengusung musik yang nggak jauh-jauh beda ternya bisa membuat album penuh pertama yang luar biasa. Ya, FSTVLST bisa melakukan itu, dan sukses. dirilis pada September 2014, FSTVLST berhasil menjadikan album HIts Kitsch menjadi album monumental pada tahun tersebut.
Sebenarnya ada dua album lain yang lumayan saya sukai yaitu Telisik milik Danilla dan Tentang Rumahku milik Dialog dini hari. Namun tidak ada yang mempunyai efek semasive FSTVLST. Album Hits Kitsch membuat nama Jogja, yang terakhir terdengar suaranya secara nasional oleh Endak soekamti mulai kembali ke permukaan.
Yang paling jelas, FSTVLST membuat lirik berbahasa Indoesia jadi tidak terdengan murahan. Kita bisa berkaca pada tahun segitu memang tontonan masih menampilkan band-band pop melayu yang selalu menyajikan lirik cinta yang menyebalkan seperti yang disinggung oleh Efek rumah kaca. Pemilihan kata yang disajikan oleh Farid stevy selaku vokalist dan penulis lagu dikemas dengan sudut pandang yang unik, paling tidak menurut saya pribadi.
Bahasa Indonesia selalu punya tembok penghalang dalam pengaplikasiannya pada lagu-lagu, terutama apa yang kebanyak dilakukan oleh band-band sidestream. Karena kebanyakan diksi yang “sastrawi” kadang maksut lagu tidak tersampai dengan baik. FSTVLST mampu mengemas diksi yang apik, tanpa perlu terlalu menyembunyikan pesan yang dimaksut terlalu dalam.
5. Barasuara - Taifun
Lebih dari delapan puluh persen pendengar album ini saat pertama kali dirilis akan setuju dengan apa yang saya tulis di sini. Supergrup bekasi yang pada akhirnya merilis album penuhnya justru setelah vidio live session bersama sound from the corner rilis duluan di Youtube. Yah tapi malah itu jadi salah satu faktor yang melambungkan nama mereka.
Namanya juga supergrup, pasti dari segi musikalitas dan pengalaman tidak perlu di ragukan lagi. Faktor utama yang menjadikan album ini sukses besar secara komersil dan esensial adalah materi yang terdapat di dalamnya. Terdapat berbagai unsur musikalitas dan dieksekusi dengna sound design yang pas (ah biasa sekali membahasakannya dengan pas) ada sisi istimewa non teknis yang terdapat dalam album ini.
Formasi dengan dua backing vokal wanita juga salah satu keputusan tepat oleh Iga masardi, pasalnya jika hanya bermodal satu vokalis pria tidak akan ada yang berbeda dengan band alternatif rock pada umumnya. Secara dampak kepada skena, Barasuara berhasil menembus pasar musik independen ke ranah yang lebih luas lagi. Dilihat dari setelah-setelahnya banyak band -band baru bermunculan dan memuncul gelomabang bermusik baru di skena independen.
Komentar
Posting Komentar