APASIH #001: MENJADI IDEALIS DI LINGKUNGAN YANG (TIDAK) IDEAL.

 

Belakangan ini saya sedikit terganggu dengan satu kata. Bukan kata yang berkonotasi buruk, malah harusnya ini adalah kata yang bagus artinya. Idealis, satu kata yang sering salah diartikan oleh banyak orang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, idealis berarti; orang yang bercita-cita tinggi atau pengikut aliran. Merujuk pada pengertian tersebut idealis bisa dibilang adalah orang yang berpegang pada suatu prinsip dan kepercayaan diri dalam membangun apa yang dia cita-citakan.

Idealisme sering dianggap buruk justru oleh orang lain yang tidak sepaham. Semisal, saya punya idealisme dimana saya belum terlalu butuh uang untuk memenuhi kebutuhan saya sehari-hari saat ini, maka saya memilah pekerjaan dengan tidak menerima semua jenis pekerjaan yang ditawarkan kepada saya. Bukannya saya menolak rejeki atau tidak butuh uang sama sekali, tapi kebutuhan saya sudah terpenuhi, saya masih bisa bahagia dengan uang saya sekarang. Maka dari itu saya merasa cukup dan yakin rejeki itu lebih baik di beri ke orang lain yang lebih butuh, saya bisa menganjurkan yang empunya pekerjaan untuk menggunakan jasa teman saya yang bisa. Tapi ingat, yang barusan saya berikan hanyalah ilustrasi bukan contoh nyata dari saya sendiri, orang saya saja masih pengen ngumplin uang buat beli ini itu, ndlogok banget kalo saya pilih-pilih kerjaan.

 Saya pribadi punya pemahaman sendiri soal idealis. Idealis menurut saya adalah bagaimana sikap ideal yang harus kamu lakukan saat kamu mengambil keputusan atau berlaku sehari-hari. Beda dengan pemahaman bahwa sikap idealis adalah memaksakan kehendak, kalau nggak sesuai dengan saya pokokknya tidak, atau berusaha untuk mematahkan pola pikir orang lain dengan pemahaman kita. Kalau seperti itu sih bukan idealis namanya, itu namanya egois. Kadang orang suka tertukar pemahamannya dalam pengertian menurut saya, atau di beberapa yang saya temui malah sebenarnya mereka tidak paham sama sekali dengan idealisme itu sendiri.

Seseorang yang berusaha berpegang pada prinsip yang dia anut, dan menikmati kehidupan dengan berpegang pada prinsip tersebut, rela meninggalkan zona nyaman yang kalau dilihat dari mata orang lain pasti akan berpotensi besar dinyinyirin “kamu tu jangan idealis banget gitu ngapain sih”. Orang yang rela meninggalkan zona nyaman –kebanyakan secara finansial- demi mengejar kenyamanan dan kesenangan hati harusnya patut diapresiasi. Contoh, Jonathan Amstrong atau yang dikenal sebagai Jono bassist GBS dan Is frontman dari band Payung Teduh rela meninggalkan grup yang melambungkan nama mereka ke skena musik Indonesia karena mereka menganggap beliau dan teman satu grup yang lainnya sudah tidak satu visi. Mereka mengganggap bahwa grup mereka masing-masing sudah tidak berpegang lagi kepada nilai awal saat mereka pertama kali memulai band. Daripada beliau-beliau ini tidak lagi bermusik dengan sepenuh hati, mereka mengambil langkah berat dengan meninggalkan band mereka daripada pada akhirnya prinsip mereka menghalangi teman-teman yang lain untuk berkembang sesuai yang mereka inginkan.

Hal lain yang membuat idealis makin dipandang buruk adalah respon lingkungan seseorag tersebut. Orang-orang banyak merespon seseorang yang idealis adalah tipe orang yang menyebalkan. Dari sudut pandang yang berbeda adalah orang yang membuanyai idealisme terhadap suatu hal kebanyakan ngulik secara dalam hal yang mereka anut, kalau tidak bisa dipastikan ya itu bukan idealis, itu sekedar orang ngeyel aja dan seharusnya orang ngeyel inilah yang patut kita jauhi karena hanya akan membuat kita jengkel. Orang idealis akan berusaha mempertahankan prinsip mereka yang kadang fakta yang dijabarkan diluar pengetahuan lawan bicaranya. Nah, jika pengetahuan yang tidak dibarengi dengan pola komunikasi yang buruk jelas akan membuat lawan bicara dongkol, sudah kalah di pembicaraan juga sebel karena merasa digurui.  Khususnya bagi anak-anak muda hal tersebut bukanlah persoalan yang menyenangkan. Digurui oleh teman sepermainan bukanlah hal yang menyenangkan. Respon yang diberikan jelas sangat berpengaruh kepada tongkrongan. Tidak sekali dua kali orang idealis malah dijauhi dengan alasan sekedar “ah males si itu terlalu idealis”.

Saya pribadi mengakui dalam beberapa hal saya adalah tipe idealis. Salah satunya dalam hal musik. Saya sangat paham dan maklum bahwa setiap orang memiliki selera musik masing-masing, saya juga begitu. Saya tidak jarang beradu argumen dengan teman tentang pemahaman seputar musik yang saya dalami. Dan tidak sekali juga saya sadar saya dijauhi teman saya. Ada sih rasa jengkel, tapi tidak terlalu saya besar-besarkan. Saya sendiri tidak berusaha membuat orang menjadi satu pemikiran dengan saya. Ya kebetulan saya memang bukan orang yang gemar basa-basi, maklum batak. Semakin kesini saya sadar bahwa saya harus memperbaiki cara komunikasi saya kalau tidak mau terus menjadi orang ideali yang menyebalkan. Ini menurrut asya sendiri sih, setiap orang berhak dan akan sangat bagus jika mempunyai prinsip untuk dipegang. Kita sebagai orang muda jika tidak mempunyai idealisme hanya akan ikut-ikutan saja dengan tren yang ada tanpa mempunyai identitas bagi diri kita sendiri. Apapun itu selama itu baik dan tidak berusaha utnuk memaksa orang lain sependapat. Mengutip kata-kata dari Tan Malaka, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda” maka milikilah dan pahamilah idealismemu sendiri dan jadilah idealis yang menyenangkan tanpa membuat orang lain jengkel.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Album of the month #June : Eleanor whisper - Mati Bersemi (2024)

Album of the month #April : Suede - Autofiction (2022)

DEVIANT ROGUE FRACTION OF DISMAY PRESS RELEASE