Rhoma irama dan gelombang musik Psycedelic di Indonesia

 


Belum lama saya iseng ngulik Rhoma irama secara lebih dalam. Saya yang kemarin-kemarin hanya mendengar atau istilahnya sekedar tau lagu-lagu klasik beliau seperti Begadang, Mirasantika, Budjangan, atau Azza yang keluar di masa-masa paceklik karya, itupun kebanyakan karena sering dibawakan di acara lawak dan artis-artis dangdut lainnya.  Sebenarnya belum lama saya agak ke-notice sama beliau lagi karena belum lama merilis sebuah lagu “reaction” akan keadaan bertajuk Virus Corona. Sampai saat saya menulis tulisan ini, saya pribadi belum mendengarkan lagu tersebut. Maklum karena dari sananya saya bukan pengemar fanatik dangdut dan yah saya memang berusaha tidak mendengarkan lagu soal begituan. Saya hanya menaruh hormat terhadap beliau atas apa yang telah beilau lakukan di industri musik kita.

Saya menulis tulisan ini juga sebenarnya nggak sengaja. Beberapa waktu yang lalu, saya mendengar sebuah podcast yang bintang tamunya adalah Kiki Aulia Ucup yang merupakan program producer dari festival musik Synchronize. Disana kiki ucup menyenggol perihal bagaimana dia me-loby Rhoma irama untuk bisa manggung di Syncronize fest. Dari cerita yang menurut saya pribadi unik tersebut saya penasaran, wah seperti apa sih Rhoma irama manggung itu. Dan akhirnya saya iseng nonton konser Rhoma irama di synchronize fest 2018.

Saya terperangah pertama-tama oleh set manggung mereka, sesuai dengan Rhoma irama yang ada di kepala saya, rapi. Saya perhatikan setiap setlist yang dibawakan dan wow ini sih keren banget. Satu yang menarik perhatian saya ada di lagu terakhir, Nafsu Serakah. Se-pengulikan saya setelahnya, Nafsu Serakah adalah salah satu lagu yang berada di lagu kompilasi film doa dan perjuangan yang dibintangi beliau pada tahun 80-an. Respon pertama yang saya rasakan adalah “gila ini lagu sebenarnya kalau dirilis sekarang nggak bakal dibilang dangdut, psychedelic banget!”

Kalau kamu membaca tulisan ini dan belum pernah sama sekali dengar lagu Nafsu Serakah, lebih bijaksana dengarkan, karena kamu akan tau seberapa keren lagu itu. Entah mengapa yang menarik perhatian saya pertama kali saat lagu ini dimainkan adalah pada riffnya, spontan teringat Money dari band Pink Floyd. Sama-sama memainkan beat suffle pada drum walaupun dengan birama yang berbeda (money 7/4 sedangkan nafsu serakah 4/4). Beat drum yang sama-sama ditambah model line vocal yang sebait-sebait menambah feel yang makin-makin deh “kaya berasa dengerin ini emang”. Detail yang menarik dari musik Rhoma irama bagi saya adalah efek-efek dan ambien yang dia pakai di setiap karya lagunya, saya yakin Rhoma irama ini bukan tipikal musisi yang asal colok yang penting bunyi. Riff yang dimainkan secara tegas dengan drive tipis-tipis yang didobel dengan riff syntetizer dan dimainkan bersama menambah musiknya makin ngefeel psychedelic. Solo melengking di tengah-tengah lagu khas Ritchie blackmore dari Deep Purple (yang sudah bukan rahasia lagi kalau Rhoma irama sangat ngefans sama beliau) menambah kesan "wah ini lagu emang keren benaran"

Menilik tahun lagu dirilis, menebak Rhoma irama yang terinfluence setengah mati oleh musik Deep Purple dan musik rock lain membuat saya berpikir, apakah ini hanya dia lakukan di lagu tersebut? Saya langsung ngecek di album Rhoma irama yang lain dong. Agak sulit mencari album-album awal Rhoma irama karena diskografi beliau belum ter-arsip dengan rapi di internet. Yang bisa saya dapat sebgai album dangdut pertama Rhoma irama adalah album Sonata Vol 1. Dirilis pada tahun 1973, bisa dibilang ini adalah prototype dari album Rhoma irama di masa-masa yang akan datang. Album ini tidak semuanya dinyanyikan oleh Rhoma irama sendiri, melainkan ada beberapa lagu yang diisi oleh Elvi sukaesih. Saya juga baru tau kalau Elvi sukaesi adalah salah satu personel awal dari Soneta grup yang pada masa yang akan datang dijuluki sebagai ratu dangdut Indonesiaa. Bertugas sebagai teman duet Rhoma irama, mereka bersama mengisi vocal Soneta grup hingga album ke empat sebelum keluar dan digantikan oleh Rita sugiarto. Mengawali karir bermusik profesional pada tahun 70-an praktis membuat Rhoma irama mempunyai referensi lagu yang ngetrend pada tahun-tahun tersebut. Juga menilik perjalanan bermusik sebelum mebentuk Sonata grup yang mana Rhoma irama sudah bermusik sejak berumur belasan tahun dan telah bergonta ganti band dan genre yang dibawakannya, jelas kita dapat menyimpulkan secara sederhana bagaimana nanti hasil dari musik yang dibawakan oleh beliau.

Apa yang kita dengarkan, praktis itu juga apa yang kita mainnkan. Saya, sebagai orang yang ngeband tipis-tipis sangat meng-Amini hal ini bahwa referensi musik sangat berdampak pada karya yang tercipta dari seorang musisi. Hidup di zaman “flower generation” membuat Rhoma irama mempunyai referensi musik “nge-fly” yang melimpah dimana salah satu yang terhebat di generasinya adalah album The dark side of the moon milik Pink Floyd dan juga masih banyak lagi band-band yang erat kaitannya dengan musik “ngawang-ngawang”. Flower generation yang terobsesi dengan gaya hidup Budhist banyak mengambil kultur India yang nantinya banyak diaplikasikan ke kultur pop pada jaman itu. Akulturasi budaya pop dan kultur India yang saya maksud bisa dilihat dari cara berpakaian sampai musik. Banyak dari musisi pada jaman itu mengambil referensi sound dan bebunyian khas musik-musik tabla.  Kita ambil salah satu contoh yang paling ketara adalah album solo dari gitaris bandi The Beatles, George Harison yang berjudul The concert of Bangladesh. Ya walaupun ada masanya di Indonesia memblokir musik-musik yang dianggap oleh presiden Soekarno “ngak ngek ngok” masuk ke Indonesia. Namun hal itu jelas tidak menghalangi jika dilihat perkembangan musik Indonesia sendiri pada saat itu bisa dibilang sudah mulai beragam. Kita lihat dari Ahmad albar dan Godbless yang mengusung hard rock ala-ala deep purple dan grup AKA yang di motori Ucok Harahap dengan rock n roll “gila” nya dan masih banyak lagi. Ditambah kultur musik melayu yang masih ada kesamaan dengan musik tabla di India sendiri. Hal ini bisa dibilang menjadi dasar dari perkembanngan musik psychedelic di Indonesia, yang salah satunya berpengaruh ke musik yang dihasilkan oleh Rhoma irama.

Sebagai pendengar musik yang hidup di jaman akses musik sudah sangat gampang. Saya punya keleluasaan mengakses musik dari mana dan kapan saja melalui telepon genggam, membuat saya punya referensi musik yang beragam. Kenapa saya menulis soal Rhoma irama dan musik psychedelic karena jujur, setelah saya dengarkan banyak lagu dari beliau ternyata banyak dasar dari musik Rhoma irama juga terdapat pada banyak musisi luar negeri khususnya yang bergenre psychedelic dan experimental. Band-band seperti King gizzard and the lizard wizard, Tame impala. Kula shaker, George Harrison dan masih banyak lagi sering memasukkan unsur musik tabla, melayu, dan sitar di setiap musiknya. Kalau saja Rhoma irama mengeluarkan album-album awalnya di tahun-tahun sekarang, saya yakin musik beliau tidak akan di masukkan ke dalam kategori musik dangdut. Yah disamping pengertian musik dangdut dewasa ini sudah bergeser dari pada saat awal karir Rhoma irama, musik Rhoma irama memang bisa dibilang masuk ke dalam eksperimental. Beberapa band yang mirip seperti Soneta namun dengan melodi dan partitur yang lebih kompleks seperti Tinariwen dan Mdou mochtar serta band-band dessert blues sejenisnya sudah dapat dikategorikan ke musik eksperimental seperti yang sudah disebutkan diawal barusan.

Bagi saya terlepas sengaja atau tidaknya Rhoma irama dalam album-album awalnya memasukkan unsur-unsur psychedelic di atas, Rhoma irama tetaplah salah satu musisi paling berpengaruh di sejarah permusikan Indonesia. Rhoma irama dan Soneta grup menanamkan cetak biru musik dangdut yang akhirnya diikuti dan berkembang menjadi dangdut dewasa ini. Yang membuat Rhoma irama semakin istimewa adalah dia tidak hanya handal dalam bermusik namun juga dalam seni peran. Banyak film yang dibintangi beliau laku besar dan aktingnya pun buka acting kaleng-kaleng. Satu yang perlu kita tahu adalah, Rhoma irama tidak pernah “makan” dari uang film. Semua uang film yang dia dapat digunakan untuk menyumbang ke panti asuhan, membangun masjid, dan membantu memberangkatkan umroh orang-orang yang tidak mampu. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, Rhoma irama adalah satu dari sedikit musisi yang melebihi musik itu sendiri. Sejauh ini, menurut sepengamtan saya belum ada musisi dangdut yang mampu menyamai apa yang telah diraih Rhoma irama dalam dedikasinya terhadap musik dangdut dan orang-orang di sekitarnya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Album of the month #June : Eleanor whisper - Mati Bersemi (2024)

WE BECOME THE ONE THAT WE HATE.

DEVIANT ROGUE FRACTION OF DISMAY PRESS RELEASE